Melawan Diam
Matimpedia.com-Melawan diam ialah sebuah gugatan kritis terhadap fenomena. Sebagai refleksi sumpah pemuda, social activism kelompok generasi muda di ruang-ruang publik pembangunan Manggarai Timur tampak mengalami krisis. Krisis inisiasi dan peran sosial membentuk fenomena aktual kita hari ini. Tema-tema seputar aktivisme sosial generasi muda, kenapa mesti terlibat dalam pembangunan, kreasi dan inovasi justru makin vital untuk dipercakapkan di tengah daerah yang sedang bertumbuh. Fenomena ini perlu dibongkar sehabis-habisnya. Dicari jalan untuk bikin imajinasi bersama.
Tulisan ini merefleksikan spirit Sumpah Pemuda 28 Oktober 2023. Bagi saya momentum Sumpah Pemuda selalu jadi momen terbaik generasi muda untuk menggugat eksistensi dan mempertanyakan ulang perannya bagi kemajuan pembangunan Manggarai Timur. Sumpah pemuda melekat pada ingatan bangsa sebagai momentum kebangkitan intelektual para pemuda di Indonesia. Realitas sejarah yang memperlihatkan kualitas perjumpaan, energi, idealisme, dan prinsip. Tanpa Sumpah Pemuda, perjuangan para pemuda untuk kemerdekaan barangkali akan kehilangan daya magisnya.
Perjumpaan itu lahir dari kegelisahan kolektif atas pemiskinan, pembodohan dan imperialisme Belanda. Tragedi ini pada akhirnya menciptakan ruang bagi tumbuhnya idealisme sesama warga bangsa. Idealisme itu mendarat pada refleksi eksistensial. Suatu upaya intelektual untuk menemukan kembali kesamaan identitas, arti persatuan dan perjuangan serta usaha meraih kebebasan individu, kemerdekaan, melawan segala bentuk ketidakadilan, kolonialisme asing, dan segala yang nonhumanis.
Problem
Rhenald Kasali, seorang Ekonom UI dalam suatu kesempatan pernah sampaikan “Kalau mau lihat masa depan suatu daerah lihatlah anak mudanya. Kalau anak mudanya lebih banyak galau dan apatis, maka sudah bisa ditebak nasib daerah itu di masa depan.” Sabda ini mau bilang ada semacam “relasi sosiologis” antara generasi muda dengan tempat ia berpijak. Relasi sosiologis itu menimbulkan dampak bagi peradaban. Peradaban suatu tempat.
Pada kasus Manggarai Timur apatisme sosial di kalangan anak muda tampak problematik. Sederet soal kebijakan publik beberapa tahun terakhir nyaris luput dari perhatian generasi ini. Potret persoalan insidental seperti dugaan korupsi pembangunan Terminal Kembur di Borong, dugaan korupsi pembangunan saluran air di Rana Masak, virus Banana Blood Disease (BBD) pada tanaman Pisang yang mengakibatkan matinya populasi tanaman pisang dalam jumlah besar dan berdampak sistemik bagi kelompok petani pisang. Forum civil society untuk periksa sekaligus evaluasi setiap kebijakan publik pemerintah daerah dan DPRD, maupun tumbuhnya ruang diskursus publik bagi inklusivitas demokrasi lokal sangat sunyi. Padahal nasib dan keadaan kita sebagai warga sangat ditentukan oleh keputusan dan ketuk palu Pemda dan DPRD.
Wacana pembanding untuk merespon isu kebijakan di masa depan relatif sepi. Gerakan-gerakan sosial literatif tentang peradaban di era 4.0, bagaimana daerah ini siap memasuki Bonus demografi, dan bagaimana mempersiapkan generasi emas di 2045 masih sangat minim.
Isu kebijakan publik berkenaan dua hal, isu kebijakan yang sudah terjadi (masalah) dan isu kebijakan (realitas) masa depan yang mau diciptakan. Isu kebijakan publik tidak hanya berkenaan dengan masalah atau sesuatu yang sudah terjadi. Kebijakan publik juga mengatur tentang masa depan seperti apa yang dikehendaki (Nugroho, Riant. Policy Making: Mengubah Negara Biasa Menjadi Negara Berprestasi. Elex Media Komputindo: 2015). Masa depan daerah ini bakal cerah manakala barisan generasi muda hari ini mulai mainkan peran. Tidak diam apalagi apatis. Ada suatu ambisi suci untuk dikerjakan bagi daerah ini.
Dari pengalaman keterlibatan, salah satu kelompok sosial masyarakat yang cukup intens mengevaluasi kebijakan pemerintah dan DPRD Manggarai Timur, membuka ruang diskursus publik dan sering muncul dalam gerakan solidaritas sosial yaitu Forum Komunikasi Alumni (Forkoma) PMKRI Matim. Kelompok ini dalam aksinya cukup aktif mengambil sikap kritis terhadap Pemda dan DPRD tentang sederet problem kebijakan pembangunan di Manggarai Timur.
Keterlibatan Forkoma mekar dalam ragam bentuk. Advokasi kelompok Petani Pisang yang mengalami dampak virus BBD pada tanaman Pisang, mengkritisi kebijakan pembelian Kendaraan Mobil Dinas pimpinan DPRD Matim, Gerakan Donasi buku gratis ke sekolah, solidaritas terhadap warga korban kebakaran rumah, Bakti Sosial pemeriksaan kesehatan gratis Lansia, Simposium Pendidikan bagi para Pelajar SMA, Diskusi publik tentang perkembangan Desa Wisata di Manggarai Timur, dan sebagainya.
Kenapa Perlu Terlibat?
Memilih untuk terlibat dalam pembangunan adalah pilihan personal. Seseorang bisa saja pilih diam. Diam dan apatis pada problem sosial. Problem sosial yang dihasilkan oleh keputusan politik dan kebijakan sesat. Saya coba lempar kata-kata Paulo Freire dalam buku Pendidikan Kaum Tertindas, “Semakin rendah kesadaran politik rakyat di desa atau kota, semakin mudah mereka dimanipulasi oleh mereka yang tidak ingin kehilangan kekuasaannya”. Sikap masa bodoh atas kebijakan pemerintah justru perlebar masalah. Masalah kita bersama. Apatisme kita malah bikin kita jatuh makin dalam pada krisis dan tragedi.
Kenapa kita perlu terlibat? Beberapa poin pribadi. Pertama, kesadaran historis-kultural. Terlibat untuk membangun daerah mau pastikan segala bentuk peristiwa pembangunan yang ditimbukan oleh negara di atas Tanah ini memiliki visi humanistik dan punya orientasi keadilan, kebaikan bersama bagi manusia Manggarai. Kita semua yang lahir di atas tanah ini sudah sepatutnya mewarisi misi sejarah itu. Bagi saya kesadaran ini mutlak dan melekat, walaupun akan selalu menantang batin kultural kita sebagai “Manusia Manggarai”.
Kedua, Visi kebangsaan. Sebagai satu kesatuan hidup membangsa. Melalui partisipasi kita mau pastikan bangsa dan daerah ini selalu bergerak di atas keadilan sosial dan kemakmuran bagi rakyat. Untuk tujuan itu negara dibuat. Ketiga, Indonesia tengah memasuki cuaca Bonus demografi di 2030. Di 2045 Indonesia memasuki usia Emas, 100 tahun. Peradaban ini laju berubah. Indonesia sedang dalam perjalanan menuju negara maju. Kelompok generasi muda saat ini ada pada posisi strategis. Aktor penentu dibalik obsesi kemajuan bangsa. Kelompok yang akan menentukan bangsa ini terus maju atau berantakan menuju 2045.
Keempat, Manggarai Timur sebagai Daerah Otonom Baru, masih bertumbuh. Butuh energi kolektif berlipat ganda. Butuh lompatan berpikir, inovasi dan gagasan kreatif. Generasi muda perlu bangun kompetensi diri. Memiliki visi, konsep dan fighting spirit membangun daerah. Mampu membuat kritik dan solusi alternatif terhadap persoalan pembangunan.
Singkat kata, diam bukan pilihan. Diam itu problematik. Karena itu perlu dilawan sekuat-kuatnya. Peluang daerah ini maju ada pada inovasi maupun kompetensi generasi muda. Di level struktur, ada pada kebijakan publik inklusif, berbasis konteks. Tantangan kita ke depan apatisme dan kepedulian sosial generasi muda. Peduli pada soal-soal kebijakan publik daerah.
Sebagai penutup, rasa-rasanya kita perlu melatih diri mengembangkan imajinasi bersama tentang bonum communae, kebaikan bersama sebagai manusia, sebagai sesama rakyat Manggarai Timur, sebagai warga negara. Pemerintah melalui kebijakan yang adil dan berdampak. Rakyat melalui solidaritas bagi sesama. Ruang publik kita gagal berkembang baik sebab relasi kita antarwarga cenderung dikuasai oleh relasi transaksional dan bukan kebaikan bersama (Yanuar Nugroho).
* Lulusan Studi Kebijakan Publik, Minat Literasi, Kajian Kebijakan Publik dan Demokrasi