DesaKepemimpinan

Nasib Rakyat Tergantung Kepala Desa

Matimpedia.com-Nasib rakyat desa sangat tergantung pada kepemimpinan seorang kepala desa. Kepala desa yang loyo bakal bikin pembangunan dan rakyat diam di tempat. Kepala desa yang progresif cenderung menghasilkan dampak. Impact yang nyata bagi perubahan hidup rakyat, begitupun pembangunan secara umum. Maju mundur pembangunan desa menjadi suatu kenyataan yang inheren dalam sikap leadership seorang kepala desa. Dua realitas itu saling berpengaruh.

Hari-hari ini kita butuh sosok kepala desa yang lebih dari sekedar “kepala desa”. Seseorang yang lebih mau, mampu dan berani mengubah keadaan. Ambisius dan memiliki naluri kontra-kultural untuk selalu mempertanyakan sekaligus berusaha melawan status quo hidup berdesa. Menjadi tulang punggung masyarakat, merumuskan inti persoalan rakyat lalu agresif cari solusi. Ia tak puas dengan keadaan yang biasa saja. Selalu hidup dalam kecemasan eksistensial pembangunan berdesa. Tak cukup sekedar berkantor dengan segala kesibukan birokratis. Pemimpin jenis ini berjuang untuk mentransformasikan misi “perubahan desa” menjadi misi pribadi. Atribut “kepala desa” lebih bersifat sekunder.    

Juli 2023 ini, momen pelantikan kepala desa baru terjadi di beberapa desa di Kabupaten Manggarai Timur. Pertama-tama saya ingin ucapkan proficiat kepada para kepala desa terlantik. Selamat bertugas sebagai pemimpin rakyat desa. Semoga mampu memainkan fungsi kepemimpinannya secara optimal.

Diam Di Tempat

Media online VoxNtt edisi 22 Februari 2021 lalu secara detail memberi paparan terbaru mengenai akar sebab desa di NTT bergerak stagnan dan tidak maju-maju. Fenomena tersebut antara lain korupsi, problem kesehatan, seperti gizi buruk, kemiskinan, pendidikan, dan bencana alam.

Menurut data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS), kemiskinan pada daerah perdesaan naik sebanyak 333,9 ribu orang (dari 14,93 juta orang pada September 2019 menjadi 15,26 juta orang pada Maret 2020). Di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), persentase penduduk miskin mecapai angka 21,21% pada September 2020. Angka ini meningkat 0,31% terhadap Maret 2020 dan meningkat 0,59%  terhadap September 2019. Kepala BPS NTT, Darwis Sitorus, memaparkan bahwa presentase penduduk miskin di daerah pedesaan pada September 2020 sebanyak 25,26%. Angka ini naik dari penghitungan sebelumnya pada bulan Maret 2020, yakni 24,73% (Sumber: Media online VoxNtt edisi 22 Februari 2021 dengan berita berjudul Desa di NTT Sulit Berkembang Jika 5 Hal Ini Belum Berhasil Dientaskan).

Saya mengajukan sebuah hipotesa bahwa fenomena desa-desa kita di Manggarai Timur hari ini yang masih cenderung belum menampilkan perkembangan signifikan dilatari 2 (dua) kondisi. Pertama, pemiskinan struktural. Pemiskinan struktural sebagai suatu upaya sistemik untuk mengkondisikan warga agar tetap terbatas. Konflik ini membelah relasi kelas sosial masyarakat.

Pemiskinan struktural mencirikan pembiaran terhadap suatu kondisi ketimpangan tertentu. Korupsi dan mark up anggaran di tubuh pemerintahan desa, problem infrastruktur desa, masalah ekonomi, sosial, lapangan kerja, gizi buruk Balita, krisis kebijakan untuk pemberdayaan warga serta ketidakmampuan warga untuk memiliki akses terhadap sumber daya-sumber daya sosial, ekonomi, literasi, yang memungkinkannya secara perlahan mengalami peningkatan kualitas hidup, memenuhi sandang, pangan, dan papan. Fenomena itu menjadi sederet potret pemiskinan struktural. Masalah publik ialah sekelumit persoalan yang dialami oleh sebagian besar masyarakat pada sebuah konteks wilayah tertentu dan hanya bisa diselesaikan melalui intervensi pemerintah.

Praksis pemiskinan struktural diturunkan langsung dari sistem kekuasaan setempat. Lain perkataan, yang paling bertanggung jawab dari pemiskinan jenis ini ialah pemerintah desa.  Pemiskinan struktural bius kesadaran warga supaya keterbatasan dinilai sebagai takdir, nasib, dan bukan buatan.  Kemiskinan sebagai dampak yang dimunculkan oleh kerja sistem. Hal ini mau menegaskan bahwa  dibalik kemiskinan ada pemiskinan. Persoalan rakyat yang seringkali multidimensi termasuk kondisi pemiskinan struktural hanya bisa diatasi oleh tangan pemimpin. Ia hanya bisa selesai bila ada pertobatan politis dalam roh kepemimpinan seorang kepala desa. Buah pertobatan politis ialah merancang sistem perubahan sosial.  

Kedua, pola sikap atau perilaku tertentu yang telah jadi kebiasaan. Keterbatasan itu secara sosiologis diakibatkan oleh mekanisme kebiasaan yang telah membudaya. Pola-pola pertanian di desa yang seringkali tuntas dengan konsep “satu jenis tanaman” ialah produk real dari situasi ini. Hemat penulis, persoalan ini muncul akibat pengkondisian pikiran masa lalu yang berlangsung sampai hari ini. Diturunkan dari generasi ke generasi.

Kerumitan ini hanya bisa dikasih putus dengan gerakan-gerakan literasi desa dan kebijakan berbasis pemberdayaan warga. Butuh sentuhan dari berbagai pihak. Tidak hanya jadi tugas pemerintah desa. Dengan literasi warga berpeluang memiliki sudut pandang baru tentang pembangunan berdesa, memiliki kapasitas/kemampuan untuk akses sumber daya sosial ekonomi, politik, lebih terlibat dalam pembangunan desa, serta mampu menentukan nasibnya sendiri.

Kepemimpinan Yang Berdampak

Syarat kepemimpinan yang berdampak; Pertama, Visi. Desa bakal berkembang optimal bila di dalam “kepala” seorang kepala desa ada visi, ada imajinasi. Ada sesuatu yang mau dicapai, direbut di akhir kepemimpinan kelak. Misal desa literasi, desa perkebunan sayur, desa perkebunan Tomat, desa bebas stunting, desa bebas anak putus sekolah, desa bebas jalan rusak, dan sebagainya. Segala ide dan kebijakan berkiblat pada perbaikan hidup warga. Tanpa visi, pembangunan desa bakal lari di tempat, stagnan, dan krisis arah. Oleh Undang-undang kepala desa punya batasan waktu untuk berjuang perbaiki persoalan rakyat desa. Karena itu Ia perlu bergerak dengan panduan visi, program dan target waktu.    

Kedua, inovasi. Spirit untuk melahirkan inovasi cenderung bertolak dari kebosanan sistemik. Wajah pembangunan yang terkesan biasa saja dan enggan perlihatkan kemajuan. Inovasi ialah syarat mutlak bagi desa maju. Kemauan politik (political will) kepala desa untuk bikin warga makin berdaya, pembangunan lebih berdampak. Inovasi muncul dalam ruang analisis, konsep dan aksi kebijakan. Inovasi dimaksudkan agar program pembangunan seorang kepala desa lebih efektif jawab persoalan warga dan seturut perkembangan zaman. Dengan demikian perubahan hidup warga perlahan terangkat ke permukaan.

Ketiga, kolaborasi. Syarat utama kolaborasi ialah kemauan untuk kerja sama dan terbuka pada perubahan. Persoalan publik seringkali ragam bentuk. Karena itu pada level analisis agenda dan implementasi kebijakan, butuh pendekatan multiperspektif. Paradigma kebijakan tak cukup berasal dari birokrasi pemerintah desa.

Dalam pandangan David Easton ketika sebuah kebijakan diimplementasikan, pemerintah tengah mengusung nilai-nilai tertentu ke dalam ruang publik. Nilai-nilai tersebut seyogianya selaras dengan nilai-nilai masyarakat. Ketika sebuah kebijakan bertentangan dengan nilai, norma dan kebutuhan yang dialami masyarakat, kebijakan tersebut akan mengalami resistensi ketika diimplementasikan (Subarsono, AG. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Apikasi. Pustaka Pelajar: 2005). Pendekatan analisis yang holistik hanya bisa dihidupi oleh kerja-kerja kolaborasi dengan berbagai kelompok lembaga, organisasi, komunitas yang concern pada isu-isu tertentu.  

Revolusi batin seorang pemimpin (kepala desa) adalah revolusi sosial warga. Gejolak batin berpotensi menciptakan obsesi untuk transformasi warga. Saya selalu percaya bahwa perubahan tak sebatas hasil olah kognisi, analisis dan kalkulasi intelektual atas problem realitas. Butuh keterlibatan batin. Keterlibatan batin menuntut latihan sehari-hari dan terus menerus. Saya mau mengulangi apa yang dikatakan Herry Priyono, SJ, “Kalau anda menganalisis masalah sosial tanpa perasaan, analisis anda sangat dangkal. Ketika anda menjadi pejabat dan pembuat kebijakan, Undang-Undang, pengalaman itu akan muncul lagi. Masalah di negeri ini adalah para pembuat kebijakan tidak pernah mengalami hal seperti itu.”

Hemat saya seorang kepala desa perlu mengasah kepekaan batin. Membatinkan kegelisahan kolektif warga lalu membentuk imajinasi tentang kebaikan bersama (Bonum communae). Latihan ini perlu digagas menjadi nilai pribadi. Dari situ berkembang keterampilan untuk membentuk visi, inovasi dan kolaborasi. Segala jenis kepemimpinan di dunia ini tentu bermula dari nilai-nilai kepemimpinan personal.  

* Lulusan Studi Kebijakan Publik, Minat Literasi, Kajian Kebijakan Publik dan Demokrasi

Yergo Gorman

Selamat datang dan terima kasih telah mampir sejenak di Matimpedia. Matimpedia merupakan website pribadi saya yang berisi opini, artikel, analisis, dan perspektif tentang kebijakan pembangunan di Kabupaten Manggarai Timur – NTT

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button