DesaKepemimpinan

Pemimpin dan Pembangunan Ekonomi Desa

Oleh: Dicky Hanus*

Matimpedia.com-Ketika mendiskusikan desa yang ada dalam benak kita adalah pemahaman tentang konsep desa, dinamika politik di desa, perilaku sosiologis masyarakat, tantangan pembangunan, ekonomi desa dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Beberapa hal di atas menjadi bahan pergunjingan yang santer baik di kalangan akademisi, aktivis, masyarakat desa atau pun pemerintah sebagai garda terdepan pendampingan pemberdayaan dan pembangunan masyarakat desa.

Mari kita coba menggambarkan beberapa pemahaman tentang desa di atas dalam tiga kerangka besar. Ketiganya meliputi pemahaman soal kualitas pemimpin dalam membangun ekonomi desa dan masyarakat desa, konsep desa dan perilaku sosiologis masyarakat desa, tantangan dalam membangun desa dan landasan pembangunan ekonomi desa.

Konsep Desa dan Perilaku Sosial di Desa

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat (bdk. UU Nomor 6 Tahun 2014). Dari pengertian ini dapat diterjemahkan bahwa secara konsep, desa berwenang dengan kapasitas dan potensi desa menuju desa dan masyarakat yang mandiri. Kemandirian bisa diwujudkan dalam banyak hal seperti maju, makmur dan sejahtera.

Menjawab ini harus dilandasi pada pola perilaku sosiologis masyarakat desa. Dalam konteks Masyarakat Manggarai tentu basis material masyarakat adalah tanah (land), kemudian membentuk pola hidup masyarakat yakni menggarap tanah sebagai sumber ekonomi dan hidup. Di mana hal tersebut dapat menjadi perwujudan membangun desa ke arah yang sesuai pola perilaku masyarakatnya.

Tanpa berpretensi tentunya dalam mengaplikasikan konsep pembangunan desa berlandaskan perilaku sosiologis masyarakat tidak seperti jalan tol dan atau jalan hotmix. Yang sering dilewati sering jalan terjal dan berbatu. Inilah kondisi yang kita sebut dengan tantangan pemerintah desa dan masyarakat desa.

Tantangan Menuju Kemajuan Desa

Menjadi desa yang ideal memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, apalagi menerjemahkan dalam kehidupan masyarakat desa. Terdapat begitu banyak kompleksitas persoalan di dalamnya. Namun tantangan tersebut bukanlah satu hambatan yang perlu dihindari. Justru tantangan tersebut menjadi titik balik kita mengkonstruksi kembali cara pandang, pemahaman dan cara kerjanya.

Hemat saya ada beberapa tantangan aktual. Pertama, dinamika politik dan kualitas sumber daya pemimpin. Dalam kontestasi politik, di desa menjadi sangat kentara dalam berdemokrasi. Masyarakat secara langsung berpartisipasi dalam menentukan pemimpin desa untuk membangun desa. Selain itu, kita juga sering temukan gesekan dan konflik yang terjadi dalam perhelatan politik desa.

Tendesi ini muncul disebabkan karena sikap politik masyarakat lebih fokus pada formasi aktor. Aktor yang memiliki kedekatan emosional, kedekatan keluarga dan kerabat dan kedekatan suku. Kita sepakat demikianlah dinamika politik ini jadi bagian penting untuk didiskusikan.

Namun semakin ke sini karena kepentingan tersebut kita lupa menerjemahkan potensi dan keunggulan desa. Terkadang yang dituangkan dalam visi misi calon pemimpin desa hanyalah kelengkapan administratif sebagai prasyarat menjadi calon yang siap bertarung.

Lebih lanjut ini berimplikasi pada kualitas sumber daya pemimpin desa. Bukan karena tidak memiliki kapasitas atau kemampuan, namun sering keliru membangun desa. Keliru menjawab kebutuhan melalui kebijakan yang diperlukan di desa. Fenomena yang ditemukan, desa berlomba menjawab turunan program pusat yang tidak tepat sasar, misalkan ‘memaksa’ menjadi desa wisata yang secara geografis dan topografis tidak bisa menopang kehidupan masyarakat yang berfokus pada potensi agrikultur.

Kedua, kemajuan ekonomi desa. Parameter kemajuan desa kita letakan ekonomi dalam skop yang lebih besar. Ekonomi desa harus menjadi kebijakan pemimpin desa dalam hal ini penguatan siklus ekonomi dari keunggulan desa.

Di sisi lain kemajuan ekonomi juga harus memperhatikan kualitas infrastruktur untuk menopang potensi desa dan masyarakat desa. Keunggulan desa erat kaitannya dengan garapan mata pencaharian masyarakat. Bagian itu yang harus diperkuat disamping menjadi icon desa dan kemakmuran masyarakat.

Landasan Pembangunan Ekonomi Desa

Selanjutnya menanggapi tantangan pembangunan desa paling tidak harus ada landasan yang kuat untuk membangun desa menuju pembangunan yang strategis, equal, dan transparan. Dengan menjawab beberapa rumusan masalah di atas sampailah kita pada apa yang harus kita lakukan selanjutnya. Pertama, penguatan kapasitas dan potensi desa. Desa yang notabene aktivitas ekonominya sebagian besar agrikultur harus mampu menopang masyarakat.

Yang perlu diperhatikan penguatan aktivitas agrikultur adalah membangun BUMDES sebagai wadah sumber penghasil masyarakat. Sederhananya, BUMDES menjadi media transaksi segala hasil komoditas unggulan masyarakat. Dengan ini bisa meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi dan menekan transaksi yang merugikan masyarakat dengan tengkulak. Di sisi lain adanya BUMDES bisa menopang UMKM masyarakat seperti kerajinan tangan, pengolahan bahan pangan dan aktivitas ekonomi lain yang ada di desa.

Hal ini dipertegas oleh Nugroho (2021) dalam buku Kepemimpinan Pemerintah Desa. Dengan kapasitas kewenangan mengatur dan mengelola desa menjadi atensi penting bagi kualitas kepemimpinan desa. Pemimpin desa harus adaptif dan responsif membangun prasarana dan insfrastruktur desa termasuk dalam pembangunan ekonomi. Pengelolaan potensi desa melalui wadah pemerintah desa menjadi alternatif pengelolaan yang efektif dan efisien.

Sebagai bahan referensi kita coba mengadopsi keberhasilan BUMDes Tirta Mandiri Desa Ponggok di Klaten Jawa Tengah yang bergerak di bidang kepariwisataan, BUMDes Multianggaluku Mandiri Desa Kalukubula di Sulawesi Tengah bergerak di bidang penyaluran barang subsidi dari pemerintah sehingga berdampak pada pemerataan penyaluran dan BUMDes Karya makmur-Kalimantan Tengah pengelolaan dan pendistribusian kelapa sawit bagi petani kelas kecil.

Kedua, penguatan jaringan dan koordinasi antardesa, kecamatan dan kabupaten. Pemahaman ini harus menjadi atensi yang serius, dikarenakan keselarasan kebijakan menjadi kekuatan pembangunan saling mendukung dan menopang.

Dalam hal ini, mencegah tidak terjadi tumpang tindih program kebijakan di tingkat desa, kecamatan dan kabupaten. Komunikasi dan koordinasi menjadi penting bukan sekadar komunikasi struktural-administratif tetapi komunikasi level kebijakan. Bisa kita pastikan implikasinya terarah untuk kebutuhan masyarakat tentunya.

Ketiga, penerapan kebijakan multisektor. Konsep kebijakan ini dimaksudkan supaya ada jejaring dan keterhubungan antarsektor. Di mana segala kebijakan harus menopang segala sektor. Dengan kebijakan tersebut, segala kelemahan dan kekurangan bisa teratasi karena konsep keterhubungan ini bisa mendeteksi teknis kebijakannya. Misalkan pengembangan BUMDes pengelolaan dan perdagangan komoditas, harus ditopang dengan penguatan volume produksi pertanian masyarakat. Mulai dari peningkatan kualitas tanaman komoditas, pengembangan pertanian yang luas. Di samping itu juga perkuat komunikasi antar desa (hubungan timbal balik) sampai tingkat pemerintah daerah.

Ketiga landasan pembangunan ini hanyalah kerangka besar bagaimana pemahaman dan konsep kita dalam membangun desa. Dalam hal ini kita sepakat semua pemimpin desa memiliki hati dan konsep pembangunan untuk masyarakat desa, paling tidak ketiga konsep di atas dapat membantu pemerintah desa menuju desa yang maju, makmur dan sejahtera.

*Penulis adalah Pegiat Kajian Ekonomi Politik Dan Geopolitik

Yergo Gorman

Selamat datang dan terima kasih telah mampir sejenak di Matimpedia. Matimpedia merupakan website pribadi saya yang berisi opini, artikel, analisis, dan perspektif tentang kebijakan pembangunan di Kabupaten Manggarai Timur – NTT

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button