Demokrasi

Problem Itu Bernama Rakyat

Matimpedia.com– Rakyat seringkali jadi problem utama dibalik gairah untuk menghasilkan kualitas demokrasi lokal. Demokrasi yang menghasilkan Bupati yang populis, demokrasi yang melahirkan Legislator yang berdampak, dan demokrasi yang membuat rakyat tidak diam pada kekuasaan pasca Pileg dan Pilkada. Saya dan kita semua bisa jadi  “Juru selamat” dan juga bisa jadi penghambat bagi sebuah agenda perubahan.

Dibalik semua itu kita bertanya kenapa 5 (Lima) tahun usia kekuasaan Kepala daerah dan Legislator di DPRD, beberapa tempat di Manggarai Timur masih dikuasai krisis infrastruktur, jalan rusak, air bersih, ekonomi pedesaan lambat, lapangan kerja daerah minim, isu stunting dan sebagainya. Fenomena itu ialah potret problem sistemik hasil dari suatu keputusan politik saat Pileg dan Pilkada.

Percakapan kita soal Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) 2024 di Manggarai Timur hari-hari ini masih bercokol pada nama dan pesona Bacaleg. Relasi sosio-kultural, pola pendekatan, segmen wilayah dan sebagainya. Percakapan dan analisis kita tentang rakyat, diri kita sendiri nyaris terlupakan. Kita merupakan entitas politik yang punya hak pilih.

Sikap politik kita menentukan keterpilihan, apapun motivasi politik seorang calon Legislatif. Sudah saatnya sikap politik kita digugat. Memiliki standar dalam menentukan sikap politik. Bukankah kita sedang mau pilih orang yang akan urus nasib kita sebagai warga pembangunan ke depan? Seringkali keinginan kita untuk perbaikan keadaan lewat kebijakan publik tercabik oleh ambisi politik kita sendiri.

Memilih Untuk “Terpecah belah”

Suatu kecenderungan pasti saat momentum Pileg adalah rakyat memilih untuk terpecah belah. “Terpecah belah” atau dalam konteks yang lebih halus “Beda pilihan”, walau wajar dalam demokrasi tapi sebetulnya berpengaruh signifikan pada hidup rakyat sesudah Pileg. Kerumitan ini tentu dilatari oleh 2 (dua) hal. Pertama, Politik uang. Politik uang atau money politic punya daya pikat kuat. Seringkali tuntas mengaburkan rasionalitas seseorang. Dengan bagi-bagi uang, orang terikat secara politik, emosi dan psikologis dengan kandidat tertentu.

Money politic terkesan buruk sebab seorang kandidat mengambil hak asasi (politik) seseorang untuk terikat pada kepentingan politik kandidat tersebut. Rakyat tidak dibiarkan memiliki kebebasan untuk berpikir jernih. Problemnya, rakyat tidak cukup membentengi diri.

Kedua, kepentingan privat/pribadi. Rakyat mudah terbelah disebabkan kepentingan privat. Kepentingan ini lahir dalam bentuk jabatan-jabatan struktural, pekerjaan, jatah proyek, dan lain sebagainya. Ragam kepentingan privat yang makin melebar cenderung mematikan kritisisme orang untuk lebih mempersoalkan agenda-agenda publik. Masalah-masalah yang lebih menyangkut kehidupan bersama.

Lain sisi, kepentingan privat juga terhubung pada relasi kekerabatan, hubungan darah dan ekses sosiologis tertentu. Di Manggarai Timur dan bahkan Manggarai pada umumnya fenomena ini sangat tajam. Walau esensi politik dan demokrasi tidak memiliki korelasi terhadap norma kultural tersebut, pola-pola pendekatan berbasis budaya tetap menjadi opsi strategis.

Naik Kelas

Sudah saatnya iklim maupun diskursus demokrasi politik kita sedikit naik kelas. Percakapan yang tumbuh dalam ide politik gagasan. Menurut saya ada beberapa hal yang perlu dilatih. Pertama, memilih kandidat. Rakyat seringkali mudah tumpul di hadapan  politik uang dan jebakan kampanye demagogi. Pastikan kita memiliki standar dalam memilih kandidat. Kita perlu periksa karakter seorang kandidat. Karakter yang menggambarkan rekam jejak keberpihakan terhadap persoalan rakyat, dan mempunyai konsep jelas untuk perubahan.

Kedua, Mengubah kepentingan. Salah satu tantangan sekaligus tegangan praktis saat Pileg ialah kepentingan. Rakyat mudah terpecah belah sebab hidup dalam kuasa dan kepentingan privat. Sementara melalui Pemilihan Umum Legislatif kita mau kasih tugas orang yang kita percaya bakal mampu mengubah persoalan yang kita hadapi bersama. Krisis semacam jalan rusak penghubung antardesa, kebutuhan akan air bersih dan elektrifikasi, ekonomi pedesaan, dan sebagainya. Bukankah persoalan itu menjadi konsumsi bersama kita saat ini?

Demokrasi Pileg 2024 menjadi kesempatan untuk merefleksi kembali dan desain ulang kepentingan politik kita. Dari sifat kepentingan pribadi menuju kepentingan bersama. Perubahan sosial sulit dicapai jika setiap orang menetapkan kepentingan dalam konstruksi individualisme.

Konsientisasi politik, sebuah konsep yang menurut Rousseau merupakan upaya pembebasan bagi rakyat dari keterikatan dengan kepentingan individual kepada kesatuan dengan kepentingan umum. Kesatuan dengan kepentingan umum merupakan wujud kebebasan sebagai warga negara, sedangkan keterikatan dengan kepentingan pribadi dipandang sebagai sebuah ketidakbebasan, keterbelengguan.

Dengan konsientisasi politik diharapkan rakyat bisa ambil bagian, terlibat aktif serta menegaskan keberadaannya sebagai subjek dan tujuan dalam negara. Pada tataran ini rakyat belajar tentang bagaimana memahami masalah bersama, merumuskan solusi, dan mengorganisir diri memperjuangkan tujuan bersama. Rakyat perlu tahu bahwa masalah yang mereka alami memiliki kaitan dengan persoalan lain dengan ragam kepentingan.

Dengan eksplorasi kembali berbagai masalah yang mereka alami sendiri, kesadaran politik bakal perlahan tumbuh. Dengan begitu rakyat dapat gambaran bahwa untuk memperjuangkan kepentingan bersama, ada berbagai kepentingan di luar yang mesti dilihat, baik kepentingan “kekuasaan” dan kepentingan rakyat lainnya. Selain itu rakyat dapat secara kritis melihat manakah yang menjadi kepentingan individual dan manakah kepentingan bersama yang mesti diperjuangkan (Beraf, Charles. Orang-Orang Kalah: Problem Bernegara Dalam Filsafat Politik J.J. Rousseau. Penerbit Lamalera: 2012).

Ketiga, soliditas gerakan akal sehat. Di kalangan anak muda, diksi “perubahan” menjadi suatu obsesi batin. Ironisnya pikiran mereka seringkali mudah dibajak oleh pragmatisme. Alhasil perubahan itu semacam sabda yang gagal menjadi “daging”. Kita butuh keberanian untuk melawan pragmatisme. Perlawanan itu bisa mungkin manakala kita mampu mengorganisir diri dan kelompok ke dalam suatu gerakan sosial yang mengedepankan gagasan, tolak politik uang, dan berani mengubur segala bentuk ambisi maupun kepentingan pribadi. Gerakan sosial ini menjadi ujian khusus bagi kelompok masyarakat terutama generasi muda yang menghendaki perbaikan tatanan kehidupan bersama.

Bagi saya pentas demokrasi Pileg 2024 di Manggarai Timur bakal bernilai dan figur-figur terbaik dapat dikirim ke Parlemen hanya bila kita mampu mengidentifikasi persoalan bersama, memilih figur yang tepat, menolak politik uang, mengubah kepentingan dari pribadi ke dalam kebutuhan bersama serta mengorganisir diri ke dalam gerakan perubahan. Konsepsi ini relevan selain untuk menghidupkan demokrasi lokal yang berkualitas juga sebagai simpul civil society guna memastikan keterhubungan politis antara rakyat dan kekuasaan pasca Pileg.

* Lulusan Studi Kebijakan Publik, Minat Literasi, Kajian Kebijakan Publik dan Demokrasi

Yergo Gorman

Selamat datang dan terima kasih telah mampir sejenak di Matimpedia. Matimpedia merupakan website pribadi saya yang berisi opini, artikel, analisis, dan perspektif tentang kebijakan pembangunan di Kabupaten Manggarai Timur – NTT

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button